diengbeauty tour n organizer

Selasa, 17 November 2015

Dieng plateau, Legenda kawah sikidang

Dahulu kala, sebelum terjadinya kawah, di daerah tersebut hidup seorang ratu yang cantik dan terkenal, bernama Ratu Sintha Dewi. Karena kecantikannya, banyak pemuda menaruh hati. Bahkan, suatu saat Sang Ratu di datangi oleh seorang raja yang terkenal sakti, kaya raya, dan bertubuh tinggi besar. Namanya Raya Kidang Garungan. Karena tertarik akan kecantikan Sang Ratu, Raja tersebut bermaksud meminang untuk dijadikan permaisuri. Mendengar ada seorang raja kaya dan sakti yang akan meminangnya, hati Ratu sangat gembira. Untuk mewujudkan harapannya, dengan cepat Sang Ratu keluar istana. Ia ingin melihat sang calon suami, apakah sesuai dengan keinginan hatinya atau tidak.
Karena Raja Kidang Garungan berbadan tinggi besar, saat Ratu keluar yang dilihatnya pertama kali adalah mulai dari bagian kaki dan terus mendongan ke bagian atas. Akan tetapi, pada saat melihat kepala Sang Raja, Ratu sangat ketakutan dan menjadi tidak suka karena ternyata kepala Sang Raya bukannya kepala manusia seperti umumnya, melainkan kepala kijang (bahasa jawa : kidang), hanya tubuhnya saja yang berbentuk manusia.
Ratu sangat kecewa, tetapi ia tidak berani menolak pinangannya dikarenakan Sang Raya sangat sakti. Oleh karena itu, pada saat menjawab lamaran Sang Raja, Ratu pun bersiasat. Sebelum lamaran Sang Raja diterima, ia lebih dulu harus memenuhi syarat Sang Ratu, yaitu membuatkan sumur yang sangat dalam di hadapan Ratu dan tentaranya. Syarat itu disanggupi, dan Sang Raja langsung membuat sumur yang amat dalam dengan kesaktiannya. Akan tetapi, sekonyong-konyong Ratu beserta tentaranya langsung menimbun sumur itu dengan cepat. Tinggalah Sang Raja tertimbun di dalam lubang sumur yang dalam itu. Ia berusaha keluar, namun tidak bias. Kemudian di dalam kemarannya Sang Raja mengeluarkan kesaktiannya yang menyebabkan permukaan bumi/tanah bergetar dan terjadi ledakan yang membentuk kawah. Berkali-kali ia mencoba di lokasi yang berbeda, seolah tampak seperti jejak hewan kijang yang melompat dan lari. Oleh karena itu, kawah ini diberi nama Kawah Sikidang (Sikijang).
Raja Kidang Garungan tetap di dalam sumur yang sangat dalam dan tidak bias keluar akibat siasat Ratu Sintha Dewi. Karena murka dan kecewa, kemudian Sang Raja mengeluarkan kutukan bahwa seluruh keturunan Sang Ratu akan berambut gembel (gimbal). Sampai saat ini, di sekitar kawah Sikidang masih dapat ditemui anak-anak yang berambut gembel. Oleh keluarga dan masyarakat setempat, mereka ini mendapat perlakuan khusus dalam kehidupannya.
Jadwal Buka
Senin - Minggu pk 07.00 - 16.00 WIB
Harga Tiket
Pengunjung domestik: Rp. 6.000
(tiket terusan Candi Arjuna - Kawah Sikidang), Rp. 10.000 (bulan Desember)
Pengunjung mancanegara: Rp. 20.000
(tiket terusan Candi Arjuna - Kawah Sikidang)

Dieng negeri diatas awan, sejarah candi dieng

Sejarah Candi Dieng
Sejarah Komplek candi candi Dieng – Kompleks Dieng ini diperkirakan candi Saiwa tertua dari masa Klasik Tua, namun sebelum membicarakan candi tersebut, akan disinggung sepintas lalu tentang kontak budaya awal Indonesia-India yang berdampak masuknya agama-agama yang berasal dari India ke Indonesia.
Candi Dieng merupakan kumpulan candi yang terletak di kaki pegunungan Dieng, Wonosobo, Jawa tengah. Kawasan Candi Dieng menempati dataran pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut, memanjang arah utara-selatan sekitar 1900 m dengan lebar sepanjang 800 m.
Kumpulan candi Hindu beraliran Syiwa yang diperkirakan dibangun antara akhir abad ke-8 sampai awal abad ke-9 ini diduga merupakan candi tertua di Jawa. Sampai saat ini belum ditemukan informasi tertulis tentang sejarah Candi Dieng, namun para ahli memperkirakan bahwa kumpulan candi ini dibangun atas perintah raja-raja dari Wangsa Sanjaya. Di kawasan Dieng ini ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 808 M, yang merupakan prasasti tertua bertuliskan huruf Jawa kuno, yang masih masih ada hingga saat ini. Sebuah Arca Syiwa yang ditemukan di kawasan ini sekarang tersimpan di Museum Nasional di Jakarta. Pembangunan Candi Dieng diperkirakan berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama yang berlangsung antara akhir abad ke-7 sampai dengan perempat pertama abad ke-8, meliputi pembangunan Candi Arjuna, Candi Semar, Candi Srikandi dan Candi Gatutkaca. Tahap kedua merupakan kelanjutan dari tahap pertama, yang berlangsung samapi sekitar tahun 780 M.
Candi Dieng pertama kali diketemukan kembali pada tahun 1814. Ketika itu seorang tentara Inggris yang sedang berwisata ke daerah Dieng melihat sekumpulan candi yang terendam dalam genangan air telaga. Pada tahun 1956, Van Kinsbergen memimpin upaya pengeringan telaga tempat kumpulan candi tersebut berada. Upaya pembersihan dilanjutkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1864, dilanjutkan dengan pencatatan dan pengambilan gambar oleh Van Kinsbergen.
Luas keseluruhan kompleks Candi Dieng mencapai sekitar 1.8 x 0.8 km2. Candi-candi di kawasan Candi Dieng terbagi dalam 3 kelompok dan 1 candi yang berdiri sendiri yang dinamakan berdasarkan nama tokoh dalam cerita wayang yang diadopsi dari Kitab Mahabarata. Ketiga kelompok candi tersebut adalah Kelompok Arjuna, Kelompok Gatutkaca, Kelompok Dwarawati dan satu candi yang berdiri sendiri adalah Candi Bima.
Keberadaan candi candi di Dieng menjadi daya tarik sendiri, sampai dengan sekarang candi candi Dieng menjadi kekayaan budaya dan warisan luhur yang patut di jaga.

Dieng negeri atas awan, legenda telaga warna dieng

Telaga Warna merupakan danau vulkanik yang berisi air bercampur dengan belerang, Apabila terkena sinar matahari akan memantulkan sinar warna warni karena kandungan bahan mineralnya. Terkadang berwarna biru dan kuning ataupun hijau dan kuning. Telaga Warna adalah salah satu obyek wisata andalan Kabupaten Wonosobo, yang terletak di dataran tinggi dieng. Karena keindahanya banyak wisatawan yang berkunjung ke telaga warna, baik domestik maupun mancanegara.
Sisi keindahan telaga warna dapat dilihat dari beberapa sudut, seperti disebelah barat dekat mushola ataupun diatas tangga menuju Dieng Teater. Beberapa ranting dan pohon yang terlihat menambah keelokan telaga warna, jika cuaca memungkinkan telaga warna memantulkan warnanya seperti variasi pelangi.
Mengenai mitos yang terdapat ditelaga warna, yang sampai dengan saat ini masih banyak di bicarakan adalah, dahulu ada sebuah cincin milik bangsawan yang memiliki kekuatan / bertuah terjatuh kedalam telaga warna. Singkat cerita cincin tersebut mengakibatkan warna warni pada telaga warna.

Arjuna homestay dieng, all in travelers in dieng plateau

Homestay Arjuna Dieng sudah tidak asing lagi di kalangan wisatawan dan Backpacker. Tempatnya yang nyaman, strategis dan pemilik yang ramah menjadikan penginapan ini populer dan paling direkomendasikan di Dataran Tinggi Dieng.
Homestay Arjuna Dieng, menawarkan fasilitas memikau dengan harga terjangkau, Anda akan merasakan kenyamanan saat bermalam layaknya dirumah sendiri. Terdiri dari berbagai kamar dengan fasilitas homestay dieng yang nyaman, dan ramah tamah, molai dari kamar standar dengan harga 200 k dan kamar long dengan harga 250 k, dengan fasilitas kamar mandi dalam, air pemanas, tv dan free w-fi.
Homestay Arjuna juga menyediakan menu special khas Dieng, mulai dari menu sarapan, kentang goreng, purwaceng, keripik jamur, kacang Dieng, carica dll, dengan harga yang hemat untuk kantong kantong backpaker pula
Selain itu kami juga menyediakan rental kendaraan, molai dari Rental mobil, elf, motor dan layanan antar jemput dari bandara, terminal, dan stasiun di lingkup jawa tengah.
Untuk panduan keliling wisata anda, pemandu lokal kami juga selalu ready siap mengantarkan anda untuk keliling obyek wisata maupun trekking gunung untuk lingkup dataraj tinggi dieng, seperti gunung prau, gunung pangonan, gunung pakuwaja, gunung gunung raga jambangan, gunung bisma, gunung cemeti,bukit kopen dll.
Konfirmasi segera konfirmasi liburan anda untuk kenyamanan wisata anda di dieng.
Fast respon admin : WA 081228086677
Fb.                            : arjunahomestay
Instagram                : arjunahomestaydieng
Email.                       : soevick50@gmail.com

Senin, 16 November 2015

Pesona alam masih perwan, air terjun sigrenjeng

Hay gaes, kali ada yang baru dan menarik, dan pastinya masih dikawasan dataran tinggi dieng,  ini dia namanya bukit kopen, begitu kira kira warga sekitar menyebutnya.
Terletak disebelah utara dieng, tepatnya 8 km dilereng gunung bisma di desa tempuran, terdapat bukit yang cantik, bukit kopen namanya, dengan pemandangan  khas hutan yang masih sangat terjaga kelestarianya.
Awalnya saya dan teman datang kesana karna penasaran ingin melihat sebuah air terjun sigrenjeng, karna menurut sumber terpercaya
air terjun sigrenjeng cantik dan masih jarang orang yang tau.

Pas kami sampai didesa tempuran dan molai masuk hutan, dan naik kebukit kopen yang jaraknya hanya 200 m dari pemukiman penduduk terlihatlah hamparan hijau yang indah nan mempesona mata, sepanjang jalan kami tak henti hentinya mengagumi keindahanya.

Perjalanan kami lanjtukan menuju air terjun sigrenjeng, karna tujuan utama kita memang ke sana.

Rasa lelah yang terobati, itulah mungkin gambaran perjalanan saya dan kawan2 kali ini,setelah perjalanan hampir 1 jam dari bukit kopen dengan trek menurun dan melewati medan yang cukup sulit, dan rata2 kemmiringan 30 dan mungkin ada yang sampai 70 derajat, akhirnya terjawap juga ketika air terjun sigrenjeng molai terlihat.

Setelah kami sampai di air terjun sigrenjeng, terbayar sudah rasa penasaran kami, tidak pakai lama, saya dan pun buka baju dan nyebur ke kedung air terjun yang masih sangant asri dan jernih, dan di dini emang sangat bagus untuk main air dan renang renang gitu, untuk temen2 yanng mau kesini mohon hati hati karena medan jalan yang ke air terjun cukup terjal, juga untuk kalian yang tidak bisa berenang pasikan untuk bawa pelampung dikarenakan kedung atau dasar air terjun mempunyai kedalaman sampai 3 meter

Pesona alam masih perwan, air terjun sigrenjeng

Hay gaes, kali ada yang baru dan menarik, dan pastinya masih dikawasan dataran tinggi dieng,  ini dia namanya bukit kopen, begitu kira kira warga sekitar menyebutnya.
Terletak disebelah utara dieng, tepatnya 8 km dilereng gunung bisma di desa tempuran, terdapat bukit yang cantik, bukit kopen namanya, dengan pemandangan  khas hutan yang masih sangat terjaga kelestarianya.
Awalnya saya dan teman datang kesana karna penasaran ingin melihat sebuah air terjun sigrenjeng, karna menurut sumber terpercaya
air terjun sigrenjeng cantik dan masih jarang orang yang tau.

Pas kami sampai didesa tempuran dan molai masuk hutan, dan naik kebukit kopen yang jaraknya hanya 200 m dari pemukiman penduduk terlihatlah hamparan hijau yang indah nan mempesona mata, sepanjang jalan kami tak henti hentinya mengagumi keindahanya.

Perjalanan kami lanjtukan menuju air terjun sigrenjeng, karna tujuan utama kita memang ke sana.

Rasa lelah yang terobati, itulah mungkin gambaran perjalanan saya dan kawan2 kali ini,setelah perjalanan hampir 1 jam dari bukit kopen dengan trek menurun dan melewati medan yang cukup sulit, dan rata2 kemmiringan 30 dan mungkin ada yang sampai 70 derajat, akhirnya terjawap juga ketika air terjun sigrenjeng molai terlihat.

Setelah kami sampai di air terjun sigrenjeng, terbayar sudah rasa penasaran kami, tidak pakai lama, saya dan pun buka baju dan nyebur ke kedung air terjun yang masih sangant asri dan jernih, dan di dini emang sangat bagus untuk main air dan renang renang gitu, untuk temen2 yanng mau kesini mohon hati hati karena medan jalan yang ke air terjun cukup terjal, juga untuk kalian yang tidak bisa berenang pasikan untuk bawa pelampung dikarenakan kedung atau dasar air terjun mempunyai kedalaman sampai 3 meter

Dieng plateau, air terjun sigrenjeng

https://www.evernote.com/shard/s596/sh/8cd05f1d-3ce4-429e-8a8b-3ffecc956ef2/6fc034550ae3048bf18a427afb5ecdd5

Sabtu, 14 November 2015

Dieng negeri diatas awan

Dieng adalah dataran tinggi di Jawa Tengah, yang masuk wilayah Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo. Letaknya berada di sebelah barat kompleks Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing.

Aspek Sosial Sunting

1. Nama Dieng berasal dari gabungan dua kata bahasa Sunda Kuna: "di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang bermakna (Dewa). Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam.

2. Penduduknya 100 % beragama Islam, mayoritas penduduknya beragama Islam tersebut memiliki kultur keislam yang dekat dengan wali songo. Secara umum, mazhab yang menjadi panutan adalah Mazhab syafi'i. Nuansa keislaman dan keberagaman sangat tampak dari sudut budayanya.Di daerah sepanjang Dieng pun banyak berdiri masjid-masjid megah . Tanpa ada gereja atupun wihara satupun.

3. Ada pula yang terkenal yaitu bocah yang rambutnya awut-awutan biasa dikenal dengan sebutan anak gimbal. Sayangnya saat study tour, kami tidak menmukan satupun anak gimbal yang mengikuti orang tuanya berjualan. Tetapi kami akan bahas sedikit tentang anak gimbal. Masyarakat di Dieng sangat mengistimewakan anak gimbal (anak yang rambutnya gembel) Semua permintaan mereka harus dipenuhi. Bila tidak, masyarakat percaya keluarga akan mendapat petaka.

4. Masyarakat di Pegunungan Dieng, bertekad memulihkan kondisi kampung halaman mereka yang mengalami kerusakan sehingga sulit memperoleh air bersih. Masyarakat harus menempuh perjalanan dengan jarak 10 kilometer hanya untuk mendapat sumber air bersih. Namun hasil pertanian di Pegunungan Dieng bisa diibaratkan emas hijau bagi masyarakat disana yang matapencahrianya rata-rata petani.Justru karena hasilnya tinggi, petani terus-menerus memanfaatkan tanahnya untuk pertanian tanpa memedulikan aspek keselamatan lingkungan.Akibatnya kawasan yang semula rimbun, lanjutnya, kini berubah menjadi lahan pertanian gundul.

5. Norma-norma yang berlaku di masyarakat sekitar dieng adalah norma-norma islam. Walaupun dahulunya di lereng gunung dieng itu terdapat tempat beribadah umat budha dengan bukti adanya candi-candi di sana. Selain itu, Sepanjang jalan menuju puncak dieng, terdapat banyak masjid maupun langgar. Di dalam masjidnyapun menggunakan hijab (pembatas antara ikhwan (laki-laki) dengan akhwat (perempuan) yang terbuat dari kain). Hal tersebut menunjukkan bahwa norma serta nilai-nilai islam masih sangat melekat di lingkungan masyarakat nya.

Aspek Ekonomi

1.Penduduknya sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Saat ini pertanian yang mendominasi adalah tanaman sayuran seperti kol, kacang, wortel labu siam dan kentang. Untuk Tanaman pangan umumnya mereka menanam jagung, dan singkong.

2.Sebagian yang lain berprofesi sebagai pedagang, buruh industri, buruh dagang, sopir, dan perantau. Disamping itu, sebagian warga juga bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia di Luar negeri.

3.Wilayah dieng memiliki potensi wisata yang cukup tinggi. Objek wisata yang terkenal adalah terdapat dua sumber mataair panas, yakni Pengamoman Lor dan Pengamoman Kidul. Objek tersebut cocok untuk penelitian geologis mengenai sumber mataair panas di kawasan Pegunungan Dieng. Objek wisata sangat menjanjikan penghasilan daerah dan masyarakat sekitar, seperti objek wisata telaga warna, menonton film dieng, dan kawah nya, sangat menjanjikan.

Sabtu, 19 September 2015

dieng



Dieng Plateau State over the Cloud
At an altitude of 2093 meters above sea level make Dieng Plateau (Dieng Plateau) deserve to be called State in the clouds. Dieng Plateau is located in the district of Wonosobo and Banjarnegara. Two districts have collaborated manage Dieng region.

There is a small story when in Dieng, A friend of my companion during Dieng told me, as a child a friend said that there are people who live above the clouds. Where there may be life on cloud my friend replied. More than fifteen years later, my friend finally justify his friend's words.

Standing on top of Mount Sikunir in the morning watching the golden sunrise behind Mount Sindoro with clotted white clouds far below where we stood, my friend telling the story and acknowledge the truth of what was his future friend. There is life in the clouds.

Life in the clouds, life on the Dieng Plateau mountain community life like in Indonesia in general. They have the majority of subsistence farmers and traders of agricultural products. Throughout the journey of Wonosobo to Dieng Dieng and in the region itself, sprawling on the slopes follow the contours of the hills and mountains of garden vegetables such as potatoes, cabbage, carrots, peppers, tomatoes and chives.

On the outskirts of the gardens looked lined local plant called Carica papaya. Carica fruit itself become souvenirs of the Dieng plateau after processed into sweets Carica. Dieng is known as a center for producing potatoes and other vegetables. Their agricultural products are sold to markets around the District and City like Wonosobo, Banjarnegara, Waterford, Semarang to Yogyakarta. Quality potatoes from Dieng recognized excellence and dikala harvest will flood the market in the city and the district at competitive rates.
Dieng known as natural tourist spot of interest. There are several tourist destinations in the tourist area of ​​Dieng as Colour Lake, Crater Sikidang, Arjuna Temple Complex, Top Village in Java-Desa Bukit Sembungan and Sikunir. Some tourist spot is managed jointly by the Government of Wonosobo and Banjarnegara district. Visitors who enter the area will be subject to a levy Dieng Rp. 12,000 per person and the ticket this canal visitors can go to all the tourist attractions.
It took a full day to enjoy the tourist attractions that exist. Begins with Sikunir Hill, visitors can see the sunrise from the summit of this hill. To see the sunrise at the summit of Mount Sikunir, usually begins with a climb at four o'clock in the morning to the village of Sembungan - the highest village on the island of Java. Climbing trips taken + 1 km to arrive at the top of the hill. When the weather is not cloudy, here can enjoy a beautiful sunrise behind Mount Sindoro with white clouds clotted beneath the stands. As the day clouds will slowly go up and come to us. Satisfied at the peak of Mount Sikunir, down towards the lake tadpole through a different route when climbing. Throughout the trip down, can see the beauty of the natural surroundings and Sembungan village on the edge of Lake tadpole. Awe certainly appears see beauty treats at the front of the eye. Sometimes Village Sembungan obvious, other times faintly visible because of cloud cover continues to move over time turned towards the afternoon.
Arrived at the bottom, there is a fairly large parking area near the pool. There are some sellers of drinks and snacks for breakfast. While enjoying breakfast, beautiful pemanadangan dear to pass. On the edge of the lake, a charming place to enjoy the beauty and feel the cool air while enjoying cold drinks and snacks warm. Sate potatoes, candied carica, satay meatballs, cireng, cilok and sausage of choice for breakfast. From the edge of this lake, can see a row of houses in the village

Dieng Plateau State over the Cloud
At an altitude of 2093 meters above sea level make Dieng Plateau (Dieng Plateau) deserve to be called State in the clouds. Dieng Plateau is located in the district of Wonosobo and Banjarnegara. Two districts have collaborated manage Dieng region.

There is a small story when in Dieng, A friend of my companion during Dieng told me, as a child a friend said that there are people who live above the clouds. Where there may be life on cloud my friend replied. More than fifteen years later, my friend finally justify his friend's words.

Standing on top of Mount Sikunir in the morning watching the golden sunrise behind Mount Sindoro with clotted white clouds far below where we stood, my friend telling the story and acknowledge the truth of what was his future friend. There is life in the clouds.

Life in the clouds, life on the Dieng Plateau mountain community life like in Indonesia in general. They have the majority of subsistence farmers and traders of agricultural products. Throughout the journey of Wonosobo to Dieng Dieng and in the region itself, sprawling on the slopes follow the contours of the hills and mountains of garden vegetables such as potatoes, cabbage, carrots, peppers, tomatoes and chives.

On the outskirts of the gardens looked lined local plant called Carica papaya. Carica fruit itself become souvenirs of the Dieng plateau after processed into sweets Carica. Dieng is known as a center for producing potatoes and other vegetables. Their agricultural products are sold to markets around the District and City like Wonosobo, Banjarnegara, Waterford, Semarang to Yogyakarta. Quality potatoes from Dieng recognized excellence and dikala harvest will flood the market in the city and the district at competitive rates.
Dieng known as natural tourist spot of interest. There are several tourist destinations in the tourist area of ​​Dieng as Colour Lake, Crater Sikidang, Arjuna Temple Complex, Top Village in Java-Desa Bukit Sembungan and Sikunir. Some tourist spot is managed jointly by the Government of Wonosobo and Banjarnegara district. Visitors who enter the area will be subject to a levy Dieng Rp. 12,000 per person and the ticket this canal visitors can go to all the tourist attractions.
It took a full day to enjoy the tourist attractions that exist. Begins with Sikunir Hill, visitors can see the sunrise from the summit of this hill. To see the sunrise at the summit of Mount Sikunir, usually begins with a climb at four o'clock in the morning to the village of Sembungan - the highest village on the island of Java. Climbing trips taken + 1 km to arrive at the top of the hill. When the weather is not cloudy, here can enjoy a beautiful sunrise behind Mount Sindoro with white clouds clotted beneath the stands. As the day clouds will slowly go up and come to us. Satisfied at the peak of Mount Sikunir, down towards the lake tadpole through a different route when climbing. Throughout the trip down, can see the beauty of the natural surroundings and Sembungan village on the edge of Lake tadpole. Awe certainly appears see beauty treats at the front of the eye. Sometimes Village Sembungan obvious, other times faintly visible because of cloud cover continues to move over time turned towards the afternoon.
Arrived at the bottom, there is a fairly large parking area near the pool. There are some sellers of drinks and snacks for breakfast. While enjoying breakfast, beautiful pemanadangan dear to pass. On the edge of the lake, a charming place to enjoy the beauty and feel the cool air while enjoying cold drinks and snacks warm. Sate potatoes, candied carica, satay meatballs, cireng, cilok and sausage of choice for breakfast. From the edge of this lake, can see a row of houses in the village

dieng, the central of jave





land above the clouds, that's the name that is to say a lot of people when it visited the plateau Dieng, are diketinggian 2035 above sea level makes the Dieng plateau as a cool and quiet while he was there, the beauty of the morning sun with a light to golden bertemankan white clouds beautiful make wishful seemed above the clouds, Dieng also rich in sights were beautiful, some of these attractions have been known in various corners of the country and abroad, such as color lake, sun gold Sikunir, the temple complex arjuna, hot waterfall gilitirta, mountaineering Prau, mountaineering Pangonan , sikarim waterfall, waterfall grnting, and many more tourist feast for the eyes and hearts of travelers and backpakers, so .. that way way different from the others want, and mingle with nature, visit Dieng, Central Java, Indonesia

Rabu, 09 September 2015

Trip dieng travelers 2 d/ 1 n, metting point purwokerto

Weekend september ceria  trekking sikunir & dieng zona 1
Private trip dieng travelers 2d/1n
Idr: 525 / 6 org
    : 500 / 12 org
    : 475 / 19 org
    : 450 / 33 org
Metting point, st purwokerto, st kutoarjo
Include : transportasi pp + explore dieng
Homestay, Makan 3x, tiket wisata dieng, guide lokal
Lokasi yang dikunjungi : trekking sunrise sikunir, dieng plateau teater, telaga warna, bukit sidengkeng, kawah sikidang, komplek candi arjuna, pusat oleh oleh dieng
for travel agents & tour, further confirmation for cooperation
Cp : 081228086677/WA
Bbm : 528CE2A0

Selasa, 08 September 2015

Ritual cukur rambut gimbal

Ada sebuah fenomena yang terjadi di tengah masyarakat Dataran Tinggi Dieng yang sampai sekarang tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Fenomena tersebut adalah adanya anak-anak yang berambut gimbal. Atau lebih tepatnya, tumbuhnya rambut gimbal pada sebagian anak.
Tidak sulit menemukan anak-anak berambut gimbal saat menelusuri desa-desa yang ada di Dataran Tinggi Dieng. Di setiap desa yang ada di kawasan ini, selalu ada anak-anak berambut gimbal. Anak-anak ini biasanya berusia beberapa bulan hingga 8 tahun.
Tidak ada garis keturunan khusus dari anak yang berambut gimbal. Siapapun, asal memiliki garis keturunan Dieng, memiliki kemungkinan menjadi anak berambut gimbal.


Masyarakat Dieng menyebut anak-anak berambut gimbal dengan sebutan ‘anak gembel’. Ini karena rambut gimbal sering dikaitkan dengan orang yang jarang mandi atau malas mengurus tubuh mereka. Padahal, anak-anak berambut gimbal di Dieng merupakan anak-anak yang terawat.
Menurut masyarakat Dieng, anak-anak berambut gimbal merupakan titipan dari Kyai Kolo Dete. Kyai Kolo Dete merupakan salah seorang punggawa pada masa Mataram Islam (sekitar abad 14). Bersama dengan Kyai Walid dan Kyai Karim, Kyai Kolo Dete ditugaskan oleh Kerajaan Mataram untuk mempersiapkan pemerintahan di daerah Wonosobo dan sekitarnya. Kyai Walid dan Kyai Karim bertugas di daerah Wonosobo, sementara Kyai Kolo Dete bertugas di Dataran Tinggi Dieng.
Tiba di Dataran Tinggi Dieng, Kyai Kolo Dete dan istrinya (Nini Roro Rence) mendapat wahyu dari Ratu Pantai Selatan. Pasangan ini ditugaskan membawa masyarakat Dieng menuju kesejahteraan. Tolak ukur sejahteranya masyarakat Dieng akan ditandai dengan keberadaan anak-anak berambut gimbal. Sejak itulah, muncul anak-anak berambut gimbal di kawasan Dataran Tinggi Dieng.
Bagi masyarakat Dataran Tinggi Dieng, jumlah anak berambut gimbal berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat. Semakin banyak jumlah anak berambut gimbal, masyarakat Dieng yakin kesejahteraan mereka akan semakin baik. Begitu pula sebaliknya.
Munculnya rambut gimbal pada seorang anak akan ditandai dengan panas tubuh yang tinggi selama beberapa hari. Suhu tubuh anak tersebut akan normal dengan sendirinya pada pagi hari, bersamaan dengan munculnya rambut gimbal di kepala sang anak.
Biasanya, rambut gimbal akan tumbuh ketika usia seorang anak belum mencapai 3 tahun. Rambut gimbal ini akan tumbuh dan semakin lebat seiring waktu. Rambut gimbal ini hanya akan dipotong dalam prosesi khusus (ruwatan). Pengadaan ruwatan harus mengikuti aturan khusus dan atas dasar kemauan dari si anak berambut gimbal.
Biasanya, sebelum dilakukan prosesi pemotongan (ruwatan), si anak akan mengajukan suatu permintaan. Permintaan ini harus dituruti oleh orangtuanya. Masyarakat sekitar meyakini, jika pemotongan dilakukan tanpa melalui upacara tertentu, atau bukan atas kemauan si anak, atau permintaannya tidak dikabulkan, rambut gimbal yang sudah dipotong akan tumbuh kembali.
Dalam kehidupan sehari-hari, seorang anak berambut gimbal tidak berbeda dengan anak-anak lainnya. Mereka bermain bersama dengan anak-anak lain. Hanya saja, anak berambut gimbal biasanya cenderung lebih aktif dibanding anak-anak lain. Pada saat-saat tertentu, emosi anak berambut gimbal pun menjadi tidak terkendali – bisa tanpa sebab yang jelas. Kecenderungan ini akan berkurang bahkan menghilang ketika rambut gimbal anak tersebut sudah dipotong.

Dieng negeri atas awan

Dieng Plateau, Negeri di atas Awan
Berada di ketinggian 2093 Meter di atas permukaan laut membuat Dataran Tinggi Dieng (Dieng Plateau) layak disebut Negeri di atas awan. Dataran Tinggi Dieng berada di wilayah Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Banjarnegara. Dua kabupaten ini bekerjasama mengelola wilayah Dieng.

Ada kisah kecil ketika berada di Dieng, Seorang teman seperjalanan ku selama di Dieng bercerita, ketika kecil seorang temannya berkata bahwa ada orang yang hidup di atas awan. Mana mungkin ada kehidupan di atas awan jawab teman ku. Lebih dari lima belas tahun kemudian, teman ku akhirnya membenarkan perkataan temannya itu.

Berdiri di puncak Bukit Sikunir di pagi hari menyaksikan golden sunrise di balik Gunung Sindoro dengan awan putih bergumpal jauh di bawah tempat kami berdiri, teman ku menceritakan kisah tersebut dan mengakui kebenaran ucapan teman dimasa kecilnya itu. Ada kehidupan di atas awan.

Kehidupan di atas awan, kehidupan di Dataran Tinggi Dieng layaknya kehidupan masyarakat pegunungan di Indonesia pada umumnya. Mereka mayoritas mempunyai mata pencaharian sebagai petani dan pedagang hasil pertanian. Sepanjang perjalanan dari Wonosobo menuju Dieng dan di wilayah Dieng sendiri, terbentang luas di lereng-lereng mengikuti kontur bukit dan pegunungan kebun sayur mayur seperti kentang, kol, wortel, cabe, tomat dan daun bawang.

Di pinggiran kebun tampak berjejer tanaman pepaya lokal yang disebut Carica. Buah Carica sendiri menjadi oleh-oleh khas dari dataran tinggi Dieng setelah diolah menjadi manisan Carica. Dieng dikenal sebagai pusat penghasil kentang dan sayur mayur lainnya. Hasil pertanian mereka dijual ke pasar-pasar Kabupaten dan Kota disekitarnya seperti Wonosobo, Banjarnegara, Temanggung, Semarang hingga Yogyakarta. Kualitas kentang dari Dieng diakui keunggulannya dan dikala musim panen akan membanjiri pasar di kota dan kabupaten tersebut dengan harga yang bersaing.
Dieng dikenal sebagai tempat pariwisata alam yang menarik. Ada beberapa tujuan wisata di kawasan wisata Dieng seperti Telaga Warna, Kawah Sikidang, Kompleks Candi Arjuna, Desa Tertinggi di Pulau Jawa-Desa Sembungan dan Bukit Sikunir. Beberapa tempat wisata ini dikelola secara bersama oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dan kabupaten Banjarnegara. Pengunjung yang memasuki kawasan wisata Dieng akan dikenai retribusi sebesar Rp. 12.000 per orang dan dengan karcis terusan ini pengunjung dapat masuk ke semua tempat wisata.
Butuh satu hari penuh untuk bisa menikmati tempat wisata yang ada. Di mulai dengan Bukit Sikunir, pengunjung dapat melihat matahari terbit dari puncak bukit ini. Untuk melihat sunrise di puncak Bukit Sikunir, biasanya dimulai dengan pendakian pada pukul empat pagi menuju Desa Sembungan – Desa tertinggi di Pulau Jawa. Perjalanan mendaki ditempuh + 1 km hingga tiba di puncak bukit. Bila cuaca tidak mendung, di sini dapat menikmati indahnya matahari terbit di balik Gunung Sindoro dengan awan putih bergumpal di bawah tempat berdiri. Semakin siang awan pelan-pelan akan naik dan menghampiri kita. Puas berada di puncak Bukit Sikunir, turun menuju Telaga Cebong melalui rute yang berbeda ketika mendaki. Sepanjang perjalanan turun, dapat melihat keindahan alam sekitar dan Desa Sembungan yang berada di tepi Telaga Cebong. Rasa takjub pasti muncul melihat suguhan keindahan di depan mata. Terkadang Desa Sembungan terlihat jelas, lain waktu terlihat samar karena tertutup awan yang terus bergerak seiring waktu berputar menuju siang.
Tiba di bawah, ada lahan parkir yang cukup luas di tepi telaga. Terdapat beberapa orang penjual minuman dan makanan kecil untuk sarapan. Sambil menikmati sarapan pagi, pemanadangan yang indah sayang untuk dilewati. Di tepi telaga, tempat yang menarik untuk menikmati keindahan dan merasakan sejuknya udara dingin sambil menikmati minuman dan makanan kecil yang hangat. Sate kentang, manisan carica, sate bakso, cireng, cilok dan sosis menjadi pilihan untuk sarapan. Dari tepi telaga ini, dapat melihat deretan rumah di desa sembungan yang berada di tepi Barat Telaga. Di sekelilingnya berjajar bukit-bukit hijau dengan awan dan kabut tipis berarak di atasnya. Lereng-lereng bukit membentuk pola-pola menarik kebun sayur hasil karya para petani. Puas berada disini, melanjutkan perjalanan menuju Telaga Warna dengan melintasi jalanan yang membelah Desa Sembungan. Kehidupan masyarakat desa ramai di pagi hari. Pergi ke kebun dan ladang, anak-anak pergi bersekolah dan Ibu-Ibu bercengkrama di pinggir jalan. Masyarakat Desa Sembungan ramah dan hangat, mereka sudah biasa menerima kehadiran wisatawan.
Puas di telaga Warna, melanjutkan perjalanan ke kawah Sikidang, Kompleks Candi Gatot Kaca dan Kompleks Candi Arjuna. Kompleks Candi Arjuna sendiri terdiri dari enam candi yaitu Candi Sembadra, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Arjuna dan Candi Semar.
Di seputar Kawasan Wisata Dieng, banyak hotel dan homestay yang disewakan bagi pengunjung. Biasanya ketika pengunjung memasuki kawasan wisata, banyak calo yang mendekati dan menawarkan jasa untuk membantu mencarikan tempat untuk menginap. Banyak pilihan hotel dan homestay mulai dari harga Rp. 50.000,-Rp 300.000 hingga ratusan ribu rupiah. Kami sendiri karena ingin melihat sunrise, memilih untuk menginap di homestay pada malam hari sebelum pagi harinya berangkat menuju puncak Bukit Sikunir. Homestay yang kami pilih, terbilang bangunan baru dan bersih. Pemiliknya ramah dan hangat, pagi hari kami diberi bonus gorengan kentang hangat hasil kebunnya sendiri. Harganya pun termasuk murah Rp. 250.000,-  Rp. 300.000 untuk satu kamar dengan fasilitas double bed dan tersedia air panas untuk mandi. Menurut pemiliknya, harga tersebut murah dibandingkan tempat lainnya namun sewaktu pelaksanaan acara tahunan Dieng “Potong Rambut Gimbal” harga sewa akan meningkat menjadi Rp. 250.000,-.
Kurang lebih 9 KM dari Kawasan Wisata Dieng menuju Wonosobo terdapat Gardu Pandang Tieng yang berada di ketinggian 1789 Meter Di atas Permukaan Laut. Dari sini dapat melihat keindahan desa-desa di lereng gunung berselimut awan dengan hijaunya kebun dan ladang milik petani.

https://www.instagram.com/diengbeauty

< Sebelumnya
Selanjutnya >

https://www.instagram.com/DIENGBEAUTY/

Hasil penelusuran